July 4, 2008

Membuat Film Dokumenter (5)

Sebelum menyusun treatment script, ingatan saya berbalik pada “wasiat” untuk selalu mencari film referensi. Saya langsung berpikir soal film referensi yang paling pas dengan premis dan perkiraan situasi di lapangan. Inilah bagian tersulit itu. Karena, sebenarnya saya belum melihat situasi di lapangan. Karena, saya kan tengah menggarap film dokumenter original yang belum pernah ditampilkan stasiun televisi lain. Juga, belum pernah digarap oleh filmmaker lain. Jadi, posisinya benar-benar blank!

Karena itu, mencari dan menonton film referensi yang mendekati tema film dokumenter yang bakal digarap, benar-benar sangat perlu. Bahkan, sedapat mungkin kamerawan yang bakal menemani kita pun ikut menontonnya. Untuk menyamakan persepsi dan sudut pandang. Sehingga, kita sama-sama memiliki bayangan, kira-kira seperti apa film dokumenter yang akan kita garap. Atau sedikitnya, ada bagian-bagian kecil dalam film referensi, yang bisa dijadikan inspirasi.

Untuk memperkaya wajah dan keunikan film dokumenter yang bakal digarap biasanya saya memburu banyak film referensi. Karena, biasanya selalu saja ada bagian menarik dari masing-masing film, untuk dijadikan ilham. Kerap dari satu film referensi kita mendapat pola menarik di bagian awal. Tapi, ada film lain, justru menarik dalam pembahasan. Atau, malah terlihat dasyat di bagian penutup atau klimaks. Maka, jangan pernah ragu-ragu untuk menonton banyak film referensi. Sehingga, kita benar-benar memiliki banyak solusi, ketika tiba-tiba di lapangan menghadapi situasi tidak seperti yang kita rencanakan.

Dan, buat saya, film referensi tidak mesti harus dari film dokumenter atau education video produksi Discovery Channel atau National Geographic Channel. Tapi, film-film cerita Hollywood atau negara-negara yang tidak terlalu menonjol produksinya, tetap perlu dilihat bila dirasa bakal ada kesesuaian. Jangan pernah alergi dengan jenis film atau asalnya. Cobalah bertukar informasi dengan sesama filmmaker, untuk mendapatkan judul-judul film yang dirasa sejalan dengan film dokumenter yang bakal digarap.

Dan dengan bekal data dan film referensi itulah, saya bisa segera berpikir tentang karakter, yakni seseorang yang bakal menjadi pemeran utama atau artis dalam film dokumenter ini. Tujuannya, agar ia bisa menjadi kendaraan yang bisa menghubungkan satu elemen ke elemen yang lain. Katakanlah, sebagai benang merah untuk keseluruhan cerita. Perlunya menentukan karakter yang tepat merupakan upaya untuk memuluskan alur cerita. Sehingga, penonton bisa menikmati jalannya cerita dengan mudah dan meraih pesan yang dimaksud.

Anehnya, pemilihan karakter di produksi film dokumenter kerap dianggap seperti hendak membuat film dokumenter tentang profil seseorang. Padahal, berbeda jauh sekali membuat film dokumenter profil dengan cerita yang menggunakan karakter sebagai kendaraan cerita. Benar-benar dua hal yang berbeda jauh.

Pada film dokumenter profil, hampir sebagaian cerita mengungkapkan data dan informasi sang karakter. Sedangkan pada cerita yang menggunakan karakter sebagai kendaraan cerita, porsi sang karakter sangat sedikit diceritakan. Sebaliknya, masalah dalam premis itulah yang sebagian besar diungkapkan. Dan agar karakter yang dipilih tepat dan memiliki kaitan erat dengan premis yang dimaksud dalam film, maka proses seleksi pun perlu dilakukan.

Namun, jangan membayangkan seperti tengah memproduksi film layar lebar yang menyediakan seorang talent director. Karena, dalam menggarap film dokumenter – terlebih lagi untuk televisi, sang filmmaker harus berinisiatif dan memiliki kecermatan laksana seorang talent director. Minimal, ia bisa mempertimbangkan hubungannya dengan cerita, serta kemampuannya berhubungan dengan kamera dan kru produksi. Pemilihan karakter yang tidak tepat akan mengganggu kredibilitas dan kualitas film dokumenter kita. Sehingga, meski tidak dilakukan audisi, kecermatan dan ketelitian pemilihan karakter perlu dilakukan oleh filmmaker.

Dan ingat pula satu kenyataan, kelak di lapangan, sag filmmaker harus bekerja sama dan mengarahkan langsung karakter pilihannya tersebut. Sehingga, kemampuan kita memilih seorang karakter akan berdampak besar pada kerja di lapangan nanti. Pada tahap tersebut, kita juga harus realitis untuk melihat perkiraan hasil. Bagaimanakah kira-kira film dokumenter yang kita garap dengan karakter pilihan kita? Bisa memuluskan alur cerita? Mampu menghantarkan premis seperti yang diingatkan? Atau, malah sebaliknya?

No comments: