July 4, 2008

Membuat Film Dokumenter (4)

Bila pada bagian terdahulu, saya bercerita banyak tentang peraihan dan pengolahan ide, maka saya ingin melangkah jauh ke depan. Yakni, mulai bermain-main dengan data dan elemen cerita.

Buah dari premis yang benar-benar fokus adalah kemudahan kita, untuk memilah data atau fakta atau informasi yang ada di meja. Ada hasil riset para peneliti, ada print-out hasil browsing internet, ada buku-buku referensi, ada catatan hasil wawancara dengan pakar, ada juga laporan informasi dari informan. Semuanya menarik. Semuanya penting. Tapi, apakah semua data itu bisa menjadi bagian dari cerita film dokumenter kita?

Belum tentu.

Kembali fokus ke premis akhir yang telah disusun. Segeralah memusatkan perhatian pada pencapaian film dokumenter itu sendiri. Sehingga, kita akan “tega” membantai setiap data yang dirasa tidak berhubungan dengan premis. Cara termudah untuk memilah-milah data yang berserakan di atas meja adalah dengan memilah premis akhir menjadi elemen-elemen cerita. Perkirakan hal apa saja yang perlu ditonjolkan dan akan menjadi bagian dari sentral cerita. Dengan begitu, pemilahan data pun akan mengerucut pada pasokan elemen cerita.

Pada akhirnya, proses penyaringan terhadap tumpukan data pun akan terjadi gila-gilaan. Data yang dianggap tidak penting dan menarik, abaikan. Data yang dirasa tidak mendukung cerita, buang. Bahkan, buku tebal yang dijadikan referensi pun harus ditelaah lagi, bab mana atau pasal mana yang sesuai dengan kebutuhan. Lebih sempit lagi, kutipan referensinya pun paling beberapa kalimat saja. Yang penting, data di dalamnya sesuai dengan kebutuhan cerita.

Print-out hasil browsing dari internet merupakan rincian data yang biasanya sangat menunjang penyusunan treatment script. Karena, sesungguhnya pergeseran data di lapangan biasanya tidak terjadi secara ekstrim. Dan, cara ini dilakukan sebagai jalan pintas untuk menghindari wawancara di lapangan atau mengumpulkan data sebelum produksi. Efisiensi waktu, tepatnya. Sedangkan materi yang dibrowsing umumnya lebih kepada data dan informasi termutakhir dari berbagai media.

Data dari buku biasanya saya gunakan sebagai penunjang teori atau bahan membangun hipotesis tentang premis akhir. Sehingga, kita mencoba membuat bangunan logika yang tepat secara keilmuan, dan bukan asumsi-asumsi. Apalagi, imajinasi semata. Kerap dari buku, kita bisa mendapatkan data yang tidak digali dari media lain. Sehingga, hal itu akan menjadi “peluru” baru untuk mencari nilai lebih pada film dokumenter kita nanti.

Di luar data dari internet dan buku, dialog dan penggalian data kepada ahli atau orang-orang yang pernah berhubungan dengan tema film dokumenter kita, juga menjadi referensi penting untuk mendapat elemen cerita. Cara ini biasanya menjadi senjata paling hebat dalam menyiasati ketidaktahuan kita akan topik dan situasi di lapangan. Bila kita berhubungan dengan banyak orang, yang kerap masing-masing merasa paling tahu, membuat kita bingung. Siapa yang bisa dipercaya dan data mana yang bisa dipakai?

Kali ini, kembali ke data sebelumnya yang kita dapat. Cobalah telusuri secara hati-hati. Bagaimanakah hubungannya? Apa masuk di akal? Dan, tentu saja, apa memang data seperti itu yang dicari? Jadi, kembali fokus ke masalah. Bisa saja diskusi atau dialog menggumpalkan sebesar gunung. Tapi, perhatian harus terus fokus ke masalah.

Agar data yang sudah terkumpul tidak terlalu lama bermukim di meja dan kepala, maka saya pun segera memilah-milah seluruh data menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Lalu, menyusun data terpilih menjadi elemen-elemen cerita dan menempatkannya dalam sebuah kerangka cerita. Produksi tentang orangutan di Kalimantan Tengah (seperti pernah dibahas di baba pendahuluan buku terdahulu), kembali saya jadikan sebagai contoh kasus.

Premis Akhir:

Upaya penyelamatan orangutan dari kekejaman para pekerja kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah”

Elemen Cerita:

1. Upaya penyelamatan orangutan;

orangutan yang masih hidup, orangutan yang dianiaya, perawatan dan rehabilitasi orangutan, habitat orangutan yang sebenarnya, kebun kelapa sawit.

2. Kekejaman pekerja kebun kelapa sawit;

Footage aksi pengejaran orangutan, footage penyelamatan orangutan, wawancara tentang alasan perburuan dan pembunuhan terhadap orangutan.

3. Cerita pendukung;

Wawancara dengan LSM soal situasi yang sebenarnya, nasib orangutan, masa depan orangutan, masa depan Kalimantan akibat peristiwa itu.

Bila bagian ini telah terlewati, Kini, saatnya memikirkan tentang pengemasan cerita. Memperkirakan alur cerita scene by scene. Mirip membuat skenario film. Atau membuat treatment script – naskah kasar yang biasanya menjadi acuan para penulis skenario.[]

No comments: