Tahun 2004 ini masyarakat Indonesia disibukkan oleh Pemilu, mulai dari Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden putaran pertama, sampai dengan Pemilu Presiden putaran kedua yang akan berlangsung pada tanggal 20 September mendatang. Berkaitan dengan Pemilu, screenDocs! bulan ini akan memutar film-film pendek dokumenter yang bercerita mengenai makna Pemilu 2004 untuk masyarakat Indonesia di Aceh, Ambon, Yogyakarta dan Jakarta.
Film-film yang diputar merupakan hasil program Beasiswa Film Dokumenter Pemilu Indonesia 2004 yang diselenggarakan oleh Internews Indonesia bekerja sama dengan In-Docs, yang didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) dan The Communication Assistance Foundation – Stichting Communicatie Ontwikkelingssamenwerking (CAF/SCO).
Diskusi | 14:45 WIB
Pada Pemilu 2004 ini pada kalangan media (radio, televisi, koran, majalah, dan lain-lain) muncul berbagai diskursus seputar Pemilu, mulai dari evaluasi terhadap teknis Pemilu, pelaksanaan Pemilu di daerah konflik, politik uang, dan sebagainya. Diskursus tersebut mewarnai hampir seluruh halaman dan jam siaran di media massa. Sesungguhnya, terdapat pula diskursus lain seputar Pemilu yang layak pula untuk kita perhatikan, karena hal tersebut merupakan realitas dari masyarakat Indonesia. Diskursus yang dimaksud adalah pembicaraan mengenai topik realitas Pemilu pada kelompok-kelompok di masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari diskursus di media.
Pemutaran film-film dokumenter Pemilu 2004 ini berfungsi sebagai pengantar dan pembanding terhadap isu yang akan dibicarakan dalam diskusi screenDocs!. Dari diskusi ini, diharapkan bisa diperoleh jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana realitas pemilih dalam berbagai kelompok di masyarakat dalam Pemilu 2004? Apa harapan masyarakat Indonesia terhadap Pemilu 2004? Presiden seperti apa yang diharapkan terpilih nantinya berdasarkan “pembacaan” pembicara terhadap kelompok-kelompok tersebut?
Pembicara: Dave Lumenta (Antropolog, pernah membuat film dokumenter tentang Dayak Iban di perbatasan Indonesia dan Malaysia di pulau Kalimantan), Tantyo Bangun (sutradara film “Acang, Obeth dan Pemilu), Masrur Jamaludin (sutradara film “Sing Penting Nyoblos”), Syaiful Halim (sutradara film “Saat Menebar Mimpi”), dan Dandy F. Montegmary (kamerawan film “Politik Tengku”).
Moderator: Ignatius Haryanto (penulis dan pemerhati perkembangan media)
FILM SCREENING
Sing Penting Nyoblos
Indonesia 2004 · Filmmakers: Masrur Jamaludin, Muchtar Mukimin, Iswahyudi · English subtitle · 24 min
Tiga perempuan yang bekerja di pasar Bringharjo, Yogyakarta, membawa kita pada pandangan unik mereka mengenai pemilu. Wanita tidak berpendidikan, bekerja sebagai buruh, mengungkapkan makna pemilu bagi mereka, dan menggambarkan secara dekat bagaimana mereka membuat pilihan. Partai-partai politik bersaing untuk meraih dukungan, menawarkan uang, kaus dan janji-janji. Ketika hari pemilu semua harus memberikan pilihannya. Tiga anggota dari sektor masyarakat paling terpinggir di Indonesia ini mungkin bingung mengenai proses-proses politik, namun suara mereka sejajar posisinya dengan suara-suara orang lain. Apakah makna pemilu demokratis bagi mereka yang merasakan bahwa hidupnya semakin hari semakin sulit, dan bagi mereka yang berusaha melihat perubahan yang telah dibuat oleh pilihan mereka sebelumnya? Pembuat film mengikuti ketiga wanita tersebut dalam usaha mereka untuk memahami proses pemilu yang rumit.
Politik Teungku
Indonesia 2004 · Filmmakers: Nur Raihan, Dendy F. Montgomery, Muchtaruddin Yakob · English subtitle · 24 min
Harapan atas pemilihan yang bebas dan jujur di Aceh meredup oleh prospek untuk memberlakukan hukum militer. Ada beberapa wilayah yang dianggap aman pada saat pemilihan akan berlangsung, beberapa wilayah tidak. Film ini menyorot usaha seorang ulama – Tengku Baihaqi – yang ingin memenangkan kursi di DPRD. Berkampanye sangatlah sulit. Banyak kandidat yang takut untuk berkampanye secara terbuka, takut menjadi sasaran dari pihak-pihak yang ingin mengganggu proses pemilihan. Pembuat film mengikuti sang ulama ketika sedang berkampanye.
Acang, Obeth dan Pemilu
Indonesia 2004 · Filmmakers: Tantyo Bangun, Budi Satriawan, Herman · English subtitle · 24 min
Setelah beberapa tahun mengalami konflik etnis dan religius, Ambon memasuki tahun 2004 dengan damai. Konflik telah berkurang dan kedua komunitas mulai membangun kembali hidup mereka. Tetapi bersamaan dengan mulainya kampanye, timbul kekhawatiran jika Pemilu mungkin mendatangkan ketegangan kembali dan membuka luka lama.
Pembuat film mengikuti satu kandidat yang berharap dapat memainkan peran dalam menyatukan kembali komunitas-komunitas di Ambon yang terpecah belah. Junaedi, seorang Muslim, adalah seorang kandidat untuk PDI-P, partai yang mayoritas anggotanya di Ambon adalah orang-orang Kristen. Film ini melihat usahanya untuk menarik pemilih dari penganut agama yang lain.
Pembuat film kembali ke Ambon tidak berapa lama setelah pemilu, ketika pertikaian muncul di propinsi yang bermasalah. Apakah kekerasan itu ada kaitannya dengan pemilu, atau hanya peringatan unhappy bahwa masih banyak pekerjaan membangun damai yang harus diselesaikan?
Film-film yang diputar merupakan hasil program Beasiswa Film Dokumenter Pemilu Indonesia 2004 yang diselenggarakan oleh Internews Indonesia bekerja sama dengan In-Docs, yang didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) dan The Communication Assistance Foundation – Stichting Communicatie Ontwikkelingssamenwerking (CAF/SCO).
Diskusi | 14:45 WIB
Pada Pemilu 2004 ini pada kalangan media (radio, televisi, koran, majalah, dan lain-lain) muncul berbagai diskursus seputar Pemilu, mulai dari evaluasi terhadap teknis Pemilu, pelaksanaan Pemilu di daerah konflik, politik uang, dan sebagainya. Diskursus tersebut mewarnai hampir seluruh halaman dan jam siaran di media massa. Sesungguhnya, terdapat pula diskursus lain seputar Pemilu yang layak pula untuk kita perhatikan, karena hal tersebut merupakan realitas dari masyarakat Indonesia. Diskursus yang dimaksud adalah pembicaraan mengenai topik realitas Pemilu pada kelompok-kelompok di masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari diskursus di media.
Pemutaran film-film dokumenter Pemilu 2004 ini berfungsi sebagai pengantar dan pembanding terhadap isu yang akan dibicarakan dalam diskusi screenDocs!. Dari diskusi ini, diharapkan bisa diperoleh jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana realitas pemilih dalam berbagai kelompok di masyarakat dalam Pemilu 2004? Apa harapan masyarakat Indonesia terhadap Pemilu 2004? Presiden seperti apa yang diharapkan terpilih nantinya berdasarkan “pembacaan” pembicara terhadap kelompok-kelompok tersebut?
Pembicara: Dave Lumenta (Antropolog, pernah membuat film dokumenter tentang Dayak Iban di perbatasan Indonesia dan Malaysia di pulau Kalimantan), Tantyo Bangun (sutradara film “Acang, Obeth dan Pemilu), Masrur Jamaludin (sutradara film “Sing Penting Nyoblos”), Syaiful Halim (sutradara film “Saat Menebar Mimpi”), dan Dandy F. Montegmary (kamerawan film “Politik Tengku”).
Moderator: Ignatius Haryanto (penulis dan pemerhati perkembangan media)
FILM SCREENING
Sing Penting Nyoblos
Indonesia 2004 · Filmmakers: Masrur Jamaludin, Muchtar Mukimin, Iswahyudi · English subtitle · 24 min
Tiga perempuan yang bekerja di pasar Bringharjo, Yogyakarta, membawa kita pada pandangan unik mereka mengenai pemilu. Wanita tidak berpendidikan, bekerja sebagai buruh, mengungkapkan makna pemilu bagi mereka, dan menggambarkan secara dekat bagaimana mereka membuat pilihan. Partai-partai politik bersaing untuk meraih dukungan, menawarkan uang, kaus dan janji-janji. Ketika hari pemilu semua harus memberikan pilihannya. Tiga anggota dari sektor masyarakat paling terpinggir di Indonesia ini mungkin bingung mengenai proses-proses politik, namun suara mereka sejajar posisinya dengan suara-suara orang lain. Apakah makna pemilu demokratis bagi mereka yang merasakan bahwa hidupnya semakin hari semakin sulit, dan bagi mereka yang berusaha melihat perubahan yang telah dibuat oleh pilihan mereka sebelumnya? Pembuat film mengikuti ketiga wanita tersebut dalam usaha mereka untuk memahami proses pemilu yang rumit.
Politik Teungku
Indonesia 2004 · Filmmakers: Nur Raihan, Dendy F. Montgomery, Muchtaruddin Yakob · English subtitle · 24 min
Harapan atas pemilihan yang bebas dan jujur di Aceh meredup oleh prospek untuk memberlakukan hukum militer. Ada beberapa wilayah yang dianggap aman pada saat pemilihan akan berlangsung, beberapa wilayah tidak. Film ini menyorot usaha seorang ulama – Tengku Baihaqi – yang ingin memenangkan kursi di DPRD. Berkampanye sangatlah sulit. Banyak kandidat yang takut untuk berkampanye secara terbuka, takut menjadi sasaran dari pihak-pihak yang ingin mengganggu proses pemilihan. Pembuat film mengikuti sang ulama ketika sedang berkampanye.
Acang, Obeth dan Pemilu
Indonesia 2004 · Filmmakers: Tantyo Bangun, Budi Satriawan, Herman · English subtitle · 24 min
Setelah beberapa tahun mengalami konflik etnis dan religius, Ambon memasuki tahun 2004 dengan damai. Konflik telah berkurang dan kedua komunitas mulai membangun kembali hidup mereka. Tetapi bersamaan dengan mulainya kampanye, timbul kekhawatiran jika Pemilu mungkin mendatangkan ketegangan kembali dan membuka luka lama.
Pembuat film mengikuti satu kandidat yang berharap dapat memainkan peran dalam menyatukan kembali komunitas-komunitas di Ambon yang terpecah belah. Junaedi, seorang Muslim, adalah seorang kandidat untuk PDI-P, partai yang mayoritas anggotanya di Ambon adalah orang-orang Kristen. Film ini melihat usahanya untuk menarik pemilih dari penganut agama yang lain.
Pembuat film kembali ke Ambon tidak berapa lama setelah pemilu, ketika pertikaian muncul di propinsi yang bermasalah. Apakah kekerasan itu ada kaitannya dengan pemilu, atau hanya peringatan unhappy bahwa masih banyak pekerjaan membangun damai yang harus diselesaikan?
Saat Menebar Mimpi
Indonesia 2004 · Filmmakers: Syaiful Halim, Syamsul Fajri, Ferry Kaendo · English subtitle · 24 min
Bambang Warih Koesoema adalah kandidat untuk DPD di Jakarta. Mantan anggota Golkar ini adalah politikus berpengalaman, karena pernah menjadi anggota DPR sampai tahun 1995 ketika ia di-recall. Tapi kali ini ia akan berkampanye dengan usaha sendiri: merekrut volunteer dan merencanakan strategi kampanye.
Pembuat film mengikuti Bambang selama kampanye. Mereka menangkap nilai-nilai tingginya – bercakap-cakap dengan rakyat biasa di daerah kumuh dan kampung-kampung – dan juga nilai rendahnya – keletihan dan frustasinya ketika kampanye berlangsung.
Film ini juga mengangkat isu DPD itu sendiri. Bagaimana institusi baru ini bekerja? Dapatkah institusi ini benar-benar berpengaruh terhadap bagaimana politik dijalankan di Indonesia? Beberapa kritikus yang diwawancara dalam film ini berkata bahwa walaupun ide awal di belakang pembentukan DPD adalah bagus, dalam kenyataannya akan terbukti mengecewakan. Apakah mimpi Bambang Warih Koesoema berjalan ke arah yang sama?
Indonesia 2004 · Filmmakers: Syaiful Halim, Syamsul Fajri, Ferry Kaendo · English subtitle · 24 min
Bambang Warih Koesoema adalah kandidat untuk DPD di Jakarta. Mantan anggota Golkar ini adalah politikus berpengalaman, karena pernah menjadi anggota DPR sampai tahun 1995 ketika ia di-recall. Tapi kali ini ia akan berkampanye dengan usaha sendiri: merekrut volunteer dan merencanakan strategi kampanye.
Pembuat film mengikuti Bambang selama kampanye. Mereka menangkap nilai-nilai tingginya – bercakap-cakap dengan rakyat biasa di daerah kumuh dan kampung-kampung – dan juga nilai rendahnya – keletihan dan frustasinya ketika kampanye berlangsung.
Film ini juga mengangkat isu DPD itu sendiri. Bagaimana institusi baru ini bekerja? Dapatkah institusi ini benar-benar berpengaruh terhadap bagaimana politik dijalankan di Indonesia? Beberapa kritikus yang diwawancara dalam film ini berkata bahwa walaupun ide awal di belakang pembentukan DPD adalah bagus, dalam kenyataannya akan terbukti mengecewakan. Apakah mimpi Bambang Warih Koesoema berjalan ke arah yang sama?
No comments:
Post a Comment